SUMENEP, Linkking – Kasus pergantian kWh meter milik petambak udang, Jailani, hingga kini masih penuh tanda tanya. Pada Jumat (25/4), PLN UP3 Madura mengeluarkan holding statement terkait perkara ini.
Namun, holding statement yang dirilis terasa janggal. Dalam pernyataan tersebut, tidak disebutkan dua nama kunci yang berkaitan langsung dengan kasus ini: Benny, pegawai aktif PLN Sumenep, dan Iksan, pelapor yang mengaku mengantongi surat kuasa dari Bunahwi, kakak Jailani.
Kronologi bermula saat Jailani melaporkan kerusakan kWh meter kepada Dani, mantan teknisi lapangan PLN Sumenep, melalui sambungan telepon pada akhir Februari. Menurut Jailani, ia melapor ke Dani karena selama ini Dani yang menangani urusan lapangan.
Pada 14 April 2025, Benny, petugas P2TL, datang ke tambak udang Jailani untuk memeriksa kWh meter yang rusak. Esok harinya, 15 April, Benny kembali dengan membawa surat panggilan kedua untuk Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) serta kWh meter baru. Dalam surat itu tercantum tagihan denda sebesar lebih dari Rp33 juta.
Benny saat itu menyampaikan kepada Bunahwi bahwa penyelesaian tidak bisa dilakukan di lokasi, melainkan harus ke kantor PLN Dungkek atau melalui Dani.
“Jadi untuk penyelesaiannya tidak bisa secara langsung pak, bisa langsung ke PLN Dungkek atau ke Dani juga bisa,” kata Bunahwi saat dihubungi melalui telepon, Senin siang (21/4).
Anehnya, laporan pelanggan yang menjadi dasar tindakan P2TL tersebut baru tercatat pada 16 April 2025, sehari setelah alat kWh meter diganti.
Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Kepala PLN ULP Sumenep, Pangky Yonkynata Ardiyansyah, yang mengakui bahwa laporan baru diterima setelah proses teknis dilakukan. Laporan itu diajukan oleh Iksan, yang mengaku membawa surat kuasa dari Bunahwi. Namun, surat kuasa tersebut tidak mencantumkan tanggal.
“Jadi, muncul pertanyaan dari kami, dari mana Benny tahu soal dugaan pelanggaran itu?” kata Jailani, yang kini dikenai denda Rp33.809.218.
Dugaan pelanggaran prosedur ini dinilai tidak bisa dianggap remeh. Semestinya, tindakan teknis dalam P2TL dilakukan hanya berdasarkan laporan resmi yang sah.
Jika pergantian kWh meter dilakukan sebelum laporan tercatat, maka muncul indikasi bahwa tindakan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Dalam proses ini, nama Dani alias Achmad Hamdani kembali disebut. Dani merupakan eks teknisi lapangan PLN Sumenep yang telah diberhentikan sejak Januari 2025. Menurut pengakuan Jailani dan Bunahwi, Dani sempat menyebut nama Benny sebagai petugas aktif yang bisa membantu menyelesaikan persoalan ini.
Bunahwi, yang mengaku tidak pernah membuat laporan pelanggaran, juga menyebut bahwa Dani sempat menyarankan pembayaran denda melalui Benny, yang berstatus sebagai pegawai PLN Dungkek.
Menanggapi dugaan keterlibatan Dani, Pangky menegaskan bahwa Dani sudah tidak bekerja di PLN.
“Kami pastikan, dia sudah tidak bekerja di PLN sejak Januari. Kalau ada pelanggaran, kami akan tindak,” tegas Pangky.
Namun, saat diminta menunjukkan bukti surat pemberhentian (PHK) Dani, Pangky berdalih bahwa dokumen tersebut berada di wewenang atasannya.
“Kalau untuk bukti surat PHK itu ada di atasan saya. Tentu, saya tidak bisa langsung menunjukkan, harus koordinasi dulu,” kata Pangky, Senin (21/4).
Pernyataan Pangky ini justru berbeda dengan keterangan Manager PLN UP3 Madura, Fahmi Fahresi. Saat dikonfirmasi secara terpisah, Kamis (24/4), Fahmi mengaku belum mengetahui soal kasus tersebut.
“Ya, Achmad Hamdani itu siapa, petugas PLN atau seperti apa?” heran Fahmi.
Ia menambahkan, pihaknya akan melakukan koordinasi internal untuk menelusuri duduk perkara.
“Sebentar, saya kroscek juga ke Sumenep ya. Ntar ada Humas saya yang akan menghubungi jenengan setelah ini,” ujar Fahmi.
Kondisi tersebut semakin memunculkan pertanyaan baru: apakah ada jaringan informal yang tetap beroperasi di luar struktur resmi PLN?
Holding statement yang dikirimkan Humas PLN UP3 Madura sama sekali tidak menyebutkan nama Benny maupun Iksan. Tidak ada keterangan mengenai siapa yang melakukan pemeriksaan kWh meter, atau bagaimana posisi Iksan yang menyerahkan surat kuasa tanpa tanggal.
Dalam pernyataannya, PLN hanya menyebutkan adanya pelanggaran berupa sambungan langsung tanpa meter yang ditemukan pada 14 April. Namun, PLN tidak menjelaskan bagaimana pelanggaran itu diketahui, mengingat laporan pelanggan baru masuk dua hari setelahnya.
Bahkan, tidak ada penjelasan apakah bukti pelanggaran tersebut sudah diverifikasi secara objektif.
Transparansi menjadi persoalan krusial dalam kasus ini. Jika dua nama utama dalam perkara ini diabaikan, bagaimana masyarakat bisa percaya bahwa evaluasi internal dilakukan dengan adil?
Sebagai pihak yang terdampak langsung, Jailani menuntut keadilan. Ia menolak dicap sebagai pelanggar karena merasa tidak pernah mengutak-atik instalasi listriknya. Ia mempertanyakan keabsahan pergantian meter serta dasar pengenaan denda tersebut.
“Saya ini pelanggan, bukan pelanggar. Saya hanya ingin proses yang adil, bukan keputusan sepihak yang langsung menjatuhkan denda,” tegas Jailani.
Kini, bola panas berada di tangan PLN UP3 Madura dan PLN Pusat. Mereka harus menjawab secara terbuka: apakah prosedur telah dilanggar? Siapa yang bertanggung jawab atas tindakan teknis tanpa dasar hukum sah? Mengapa eks pegawai dan mitra teknis masih bisa terlibat?
Publik menunggu adanya investigasi independen, bukan sekadar klarifikasi sepihak melalui holding statement yang minim transparansi. Apalagi jika keterbukaan menjadi prinsip utama perusahaan, maka kasus ini adalah ujian nyata.
Berikut ini adalah isi holding statement yang dikirimkan Humas PLN UP3 Madura, Kharisma Noor, melalui aplikasi perpesanan pada Jumat (25/4/2025):
PLN Sumenep Klarifikasi Dugaan Manipulasi Proses P2TL oleh Oknum Non-Pegawai
Sumenep, 25 April 2025 — Menanggapi pemberitaan dan keluhan dari pelanggan atas nama Bunahwi dan Jaelani terkait denda susulan P2TL di lokasi “Tambak Udang Rusilawati”, Manager PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) Sumenep, Pangky Yonkynata memberikan klarifikasi resmi.
Pelanggan tersebut telah melakukan pelanggaran pada 14 April 2025 berupa sambungan langsung tanpa kWh meter. Sesuai prosedur, PLN melakukan penormalan dengan pemasangan kWh meter baru serta pemanggilan pelanggan untuk penyelesaian. Namun, pada 16 April 2025, muncul seseorang bernama Dani yang mengaku mewakili pelanggan dan menawarkan penyelesaian di luar prosedur resmi.
PLN menegaskan, Dani bukan pegawai PLN, melainkan eks pegawai PT Haleyora, rekanan PLN, yang telah resmi berhenti sejak Februari 2025. Oleh karena itu, segala tindakan yang bersangkutan tidak menjadi bagian dari proses resmi PLN.
“Kami pastikan PLN tidak terlibat dalam tindakan oknum tersebut. PLN dan PT Haleyora telah memfasilitasi komunikasi agar Dani dapat mempertanggung-jawabkan perbuatannya,” tegas Pangky Yongkynanta, Manager PLN ULP Sumenep.
PLN mengimbau seluruh pelanggan agar selalu mengikuti prosedur resmi dan menghindari perantara tidak sah. Untuk informasi dan layanan, pelanggan dapat mengakses kanal resmi PLN atau menghubungi PLN 123.
Langkah ini sebagai bentuk komitmen PLN dalam menjaga transparansi, profesionalisme, dan perlindungan hak pelanggan.***
Penulis : Amin Bashiri
Editor : Zaza
Sumber Berita: Linkking.id