POLITIK, Linkking.id – Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah, menegaskan bahwa hingga saat ini tidak ada perubahan dalam posisi Sekretaris Jenderal (Sekjen) di struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan, meskipun Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, telah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Tidak ada pengganti sekjen, titik,” ujar Said ketika meninggalkan kediaman Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, di Jalan Teuku Umar, Jakarta, pada Jumat (21/2/2025) malam.
Said juga menegaskan, bahwa seluruh keputusan organisasi sepenuhnya berada di tangan Megawati sebagai Ketua Umum.
Dengan demikian, ia sekaligus membantah spekulasi bahwa dirinya akan menggantikan posisi Hasto sebagai Sekjen DPP PDIP.
“Semua kewenangan ada di tangan Ibu Ketua Umum,” ujar Said yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Anggaran DPR RI.
Sepanjang hari Jumat, dari siang hingga malam, sejumlah elite PDIP terlihat mengunjungi kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar. Selain Said, hadir pula Ketua DPP PDIP, Dedi Sitorus.
Pertemuan para petinggi PDIP ini diduga berkaitan dengan kebijakan partai yang melarang kepala daerah dari PDIP untuk mengikuti retret yang diselenggarakan oleh pemerintah di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah.
Sementara itu, peneliti bidang hukum dari The Indonesian Institute (TII) Center for Public Policy Research, Christina Clarissa Intania, menyatakan bahwa penahanan Hasto Kristiyanto oleh KPK terkait dugaan suap dalam pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR serta upaya perintangan penyidikan merupakan murni tindakan penegakan hukum yang didasarkan pada kecukupan alat bukti.
“Penetapan Hasto sebagai tersangka hanya dapat dilakukan jika ada bukti awal yang cukup oleh KPK. Jika tidak, maka hal ini tidak mungkin terjadi,” ujar Christina saat, dilansir Linkking dari NusaBali, Minggu (23/2).
Ia menambahkan, bahwa Hasto telah menjadi perhatian KPK sejak 2020 dalam kasus yang melibatkan Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, Saeful, dan Harun Masiku.
Oleh karena itu, langkah terbaru yang diambil KPK merupakan kelanjutan dari proses hukum terhadap peran Hasto dalam kasus Harun Masiku.
Lebih lanjut, Christina menjelaskan, bahwa meskipun Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019 menyatakan bahwa pimpinan KPK merupakan pejabat negara, lembaga antirasuah tersebut tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan dan penuntutan.
Terkait rencana Hasto untuk kembali mengajukan praperadilan setelah permohonan sebelumnya tidak diterima, Christina menilai bahwa hal ini merupakan bentuk “access to justice” atau hak untuk mencari keadilan yang masih terbuka bagi Hasto.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa KPK harus tetap konsisten dalam menindaklanjuti proses hukum agar kasus ini dapat segera memasuki tahap persidangan.
Menurut Christina, meskipun revisi UU KPK dianggap berpotensi menghambat independensi lembaga tersebut, langkah yang telah diambil dalam kasus ini tetap perlu diapresiasi dan didorong guna memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia.
“KPK harus terus berani menindaklanjuti setiap kasus korupsi tanpa ada pengaruh dari pihak mana pun,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya pengawasan publik agar setiap kasus korupsi, tanpa memandang siapa pun yang terlibat, dapat ditangani secara transparan dan berkeadilan.
“Ini yang harus kita kawal bersama, tanpa pandang bulu,” pungkasnya.***
Penulis : Jaka Arif
Editor : Zaza
Sumber Berita: Nusa Bali