POLITIK, Linkking.id – Kenaikan pangkat Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya dari mayor menjadi letnan kolonel (letkol) menuai sorotan.
Berbagai pihak mengkritisi promosi tersebut karena Teddy saat ini mengemban jabatan sipil, sehingga dianggap tidak sesuai dengan sistem merit yang berlaku dalam struktur kepangkatan TNI.
Kritik ini disampaikan oleh sejumlah lembaga, termasuk Imparsial dan SETARA Institute.
Kadiv Humas TNI AD, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, membenarkan adanya kenaikan pangkat Teddy.
“Bahwa informasi tersebut memang betul,” ujar Wahyu dalam keterangannya pada Kamis (7/3/2025).
Promosi ini tertuang dalam Surat Perintah Nomor Sprin/674/II/2025 yang dikeluarkan oleh Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabes TNI AD).
Dasar hukum kenaikan pangkat ini mengacu pada Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/238/II/2025 yang diterbitkan pada 25 Februari 2025 terkait Penetapan Kenaikan Pangkat Reguler Percepatan (KPRP).
Wahyu menegaskan, bahwa keputusan ini telah melalui proses yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Itu sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di TNI dan dasar perundang-undangan (perpres), secara administrasi juga semua sudah dipenuhi,” jelasnya.
Imparsial: Kenaikan Pangkat Teddy Tidak Berdasarkan Sistem Merit
Imparsial menilai bahwa kenaikan pangkat Teddy tidak mencerminkan sistem meritokrasi. Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, berpendapat bahwa promosi tersebut lebih bernuansa politis daripada didasarkan pada prestasi yang relevan.
“Imparsial memandang kenaikan pangkat Mayor Teddy menjadi Letkol sangatlah politis dan tidak didasarkan pada prestasi maupun sistem merit,” tegas Ardi dalam keterangannya pada Jumat (7/3/2025).
Lebih lanjut, ia menyoroti dampak kebijakan ini terhadap moral prajurit lainnya yang bertugas di lapangan. Menurutnya, mereka yang telah mempertaruhkan nyawa untuk negara bisa merasa tidak dihargai dengan adanya kenaikan pangkat yang dinilai tidak adil.
“Elite politik dan pimpinan TNI juga harus sadar bahwa kebijakan kenaikan pangkat Mayor Teddy berpotensi melukai perasaan para prajurit di lapangan yang selama ini telah mempertaruhkan nyawa,” imbuhnya.
Imparsial menekankan bahwa sistem kepangkatan dalam TNI seharusnya tetap berpegang pada prinsip meritokrasi dan profesionalisme guna menjaga integritas institusi.
“Kami menegaskan bahwa sistem kepangkatan dalam TNI harus tetap berlandaskan meritokrasi dan profesionalisme guna menjaga kehormatan serta integritas institusi TNI,” tambahnya.
Oleh karena itu, Imparsial mendorong agar kenaikan pangkat Teddy dibatalkan demi menjaga kepercayaan terhadap sistem kepangkatan TNI.
“Membatalkan kenaikan pangkat Mayor Teddy menjadi Letnan Kolonel karena merusak sistem meritokrasi di tubuh TNI,” pungkasnya.
SETARA Institute Minta TNI Beri Penjelasan
SETARA Institute turut menyoroti kenaikan pangkat Teddy dan meminta agar TNI memberikan klarifikasi agar tidak menimbulkan kecemburuan di kalangan perwira lainnya.
Menurut SETARA, kenaikan pangkat dalam TNI memang merupakan hal yang lazim dan telah diatur dalam Pasal 26 ayat (1) PP No. 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI. Namun, terdapat ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu berdasarkan prestasi, pola karier yang berlaku, serta persyaratan yang ditentukan.
Peneliti senior SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, menyatakan bahwa promosi Teddy sebaiknya dijelaskan secara terbuka kepada publik untuk memastikan bahwa keputusan tersebut tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik atau kekuasaan.
“Dalam konteks ini, kenaikan pangkat dari mayor ke letkol yang dialami Teddy Indra Wijaya perlu dijelaskan kepada publik. Penjelasan ini sangat diperlukan bukan hanya sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi tata kelola di TNI, tetapi juga untuk memastikan bahwa kenaikan pangkat ini tidak diwarnai unsur politik dan kekuasaan,” ujarnya pada Sabtu (8/3/2025).
Ikhsan juga menyoroti fakta bahwa Teddy saat ini menjabat dalam posisi sipil, bukan dalam kedinasan militer aktif, sehingga unsur kemiliteran dalam promosi pangkatnya menjadi dipertanyakan.
“Mengingat Teddy Indra Wijaya ini tengah berada di jabatan sipil, bukan dinas kemiliteran. Sehingga berbagai unsur kenaikan pangkat ini tentu berpotensi minim unsur kemiliterannya,” tambahnya.
Lebih jauh, ia menekankan perlunya transparansi dalam proses kenaikan pangkat untuk menghindari kecemburuan di kalangan perwira menengah (pamen) TNI yang menjalani tugas di bidang militer secara langsung.
Kenaikan pangkat Teddy juga memunculkan pertanyaan mengenai masa dinas perwira. Berdasarkan Perpang Nomor 40/2018 Pasal 13 huruf c, terdapat rentang waktu tertentu bagi seorang mayor untuk bisa dipromosikan menjadi letkol, yakni antara 18 hingga 25 tahun, tergantung pada pendidikan yang ditempuh.
“Kondisi ini perlu dijelaskan TNI kepada publik untuk menjawab berbagai spekulasi bahwa kenaikan pangkat ini tidak berkaitan dengan sistem merit, tetapi lebih pada faktor politik dan kekuasaan,” tandasnya.
Selain itu, dalam PP Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI, Pasal 27 ayat (1) mengatur bahwa kenaikan pangkat terdiri dari kenaikan reguler dan khusus. Pada ayat (2) dijelaskan bahwa kenaikan pangkat khusus bisa berupa kenaikan luar biasa atau kenaikan penghargaan.
Ikhsan menegaskan, bahwa beragamnya jenis kenaikan pangkat dalam TNI menuntut adanya transparansi yang lebih ketat guna memastikan sistem merit tetap terjaga.
“Beragamnya jenis kenaikan pangkat ini semakin menegaskan diperlukannya transparansi dan akuntabilitas institusi TNI, untuk memastikan merit system dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam kenaikan pangkat di internalnya,” pungkasnya.***
Penulis : Rio Jangkar
Editor : Zaza
Sumber Berita: Detikcom