SUMENEP, Linkking – Sejumlah orang tua siswa SMP Negeri 1 Sumenep mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dugaan kurangnya keterbukaan pihak sekolah dalam hal penarikan biaya menjelang kelulusan dan pelaksanaan study tour tahun ajaran 2024/2025. Mereka merasa dibebani biaya tanpa adanya penjelasan resmi terlebih dahulu dari sekolah.
Salah satu orang tua murid mengaku dirinya baru mengetahui adanya pungutan untuk kegiatan akhir sekolah melalui cerita anaknya, bukan dari pihak sekolah secara langsung.
“Saya diminta bayar Rp250 ribu untuk perpisahan, Rp75 ribu untuk ijazah, dan Rp1.350.000 untuk study tour. Tapi semuanya cuma dikasih tahu lewat anak saya, tidak ada surat resmi atau rapat,” ungkapnya, Rabu (21/5).
Ia pun menyayangkan cara penyampaian yang menurutnya terlalu mendadak, tanpa musyawarah dengan wali murid terlebih dahulu.
“Harusnya dibicarakan sejak jauh hari, bukan ujug-ujug disuruh bayar. Ini kesannya kayak ditodong,” tambahnya.
Orang tua tersebut juga mempertanyakan transparansi dana, terutama soal rincian biaya acara perpisahan dan kejelasan soal pungutan ijazah.
“Kalau Rp250 ribu itu buat apa saja? Ijazah Rp75 ribu itu maksudnya apa? Kami sebagai orang tua ingin tahu kejelasannya,” ujarnya lagi.
Menanggapi keluhan ini, Kepala SMPN 1 Sumenep, Syaiful Rahman Dasuki, menyampaikan bahwa tidak ada unsur pemaksaan dalam pengumpulan dana. Menurutnya, kegiatan seperti perpisahan dan study tour merupakan bentuk penghargaan kepada siswa yang telah menempuh pendidikan di sekolah tersebut, dan sudah menjadi agenda rutin sekolah.
“Kegiatan akan dilaksanakan di Gedung KORPRI. Semuanya sudah kami koordinasikan dengan Dinas Pendidikan, komite, dan juga perwakilan wali murid. Tidak ada paksaan,” jelas Syaiful.
Ia juga menyebut, bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu, sekolah menyediakan bantuan melalui program “anak asuh” agar mereka tetap bisa berpartisipasi.
“Kami ada subsidi. Kalau memang tidak mampu, kami bantu. Sudah ada yang kami bantu juga, tidak ada pilih kasih,” tegasnya.
Terkait dana ijazah, Syaiful menjelaskan bahwa Rp75 ribu tersebut bukanlah pungutan wajib. Menurutnya, biaya itu bersifat opsional bagi siswa yang menginginkan ijazah lengkap dengan sampul dan foto.
“Kalau hanya mau ambil ijazah polos, tidak masalah. Tidak ada pungutan untuk ijazah,” katanya.
Meski begitu, penjelasan dari pihak sekolah belum sepenuhnya menenangkan keresahan orang tua. Beberapa dari mereka mengaku tidak tergabung dalam grup komunikasi seperti WhatsApp atau paguyuban wali murid, sehingga informasi penting tidak sampai ke mereka.
“Saya nggak masuk grup wali. Kalau sejak awal diberi tahu, kami bisa persiapkan dari jauh-jauh hari. Sekarang sudah mepet, mau nggak mau harus bayar. Kalau anak saya nggak ikut, kasihan,” ucap orang tua tersebut.
Ia berharap ke depan pihak sekolah lebih terbuka dan melibatkan orang tua dalam perencanaan kegiatan agar tidak menimbulkan kesan terburu-buru dan memberatkan.***
Penulis : Amin Bashiri
Editor : Zaza
Sumber Berita: Linkking.id