SUMENEP, Linkking– Sejumlah orang tua siswa SMP Negeri 1 Sumenep, Madura, Jawa Timur, menyuarakan keluhan atas pungutan-pungutan yang dinilai memberatkan menjelang kelulusan siswa kelas IX tahun ajaran 2024/2025.
Keluhan ini mencuat setelah pihak sekolah meminta siswa membayar sejumlah biaya untuk kegiatan perpisahan dan pengambilan ijazah. Biaya perpisahan disebut mencapai Rp250 ribu per siswa, ditambah kebutuhan pakaian khusus seperti kebaya untuk siswi dan jas untuk siswa, yang totalnya bisa mencapai Rp500 ribu. Tak hanya itu, orang tua juga diminta menyetor Rp75 ribu untuk pengambilan ijazah.
Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan bahwa acara perpisahan tersebut direncanakan berlangsung pada 21 Mei 2025 di Gedung Graha Wicaksana Abdinegara (Gedung Korpri), Sumenep.
Salah satu wali murid, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengaku keberatan atas besarnya pungutan. Ia bahkan harus berutang demi memenuhi permintaan sekolah.
“Saya dipanggil ke sekolah dan disuruh bayar. Katanya kalau tidak mampu, akan dibantu. Tapi kenyataannya tetap diminta bayar. Saya sampai harus utang,” keluhnya saat ditemui, Selasa (20/5).
Lebih lanjut, wali murid juga menyayangkan adanya pungutan untuk ijazah, padahal regulasi nasional sudah melarang praktik semacam itu. Dalam Pedoman Pengelolaan Ijazah yang diterbitkan oleh Kemendikbudristek pada Maret 2025, disebutkan bahwa seluruh biaya penerbitan ijazah harus ditanggung sekolah melalui dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).
Dokumen resmi itu juga menegaskan bahwa:
Sekolah dilarang membebani siswa dengan biaya penerbitan ijazah dalam bentuk apa pun, Dana BOSP harus dikelola secara transparan dan Setiap pungutan wajib dilakukan atas dasar sukarela dan kesepakatan bersama.
Selain acara perpisahan, sekolah juga sempat mewacanakan program study tour ke Yogyakarta dengan biaya sebesar Rp1.350.000 per siswa, yang rencananya digelar pada 24 Mei 2025. Namun rencana ini menambah beban finansial bagi sebagian orang tua, terlebih karena sifatnya yang dinilai tidak wajib tetapi terkesan dipaksakan.
Sampai berita ini ditulis, Kepala SMPN 1 Sumenep, Syaiful Rahman Dasuki, belum memberikan tanggapan resmi. Saat ditemui wartawan, pihak sekolah menyatakan bahwa yang bersangkutan sedang menjalankan tugas di luar sekolah.
Menanggapi persoalan tersebut, Kepala Bidang Pembinaan SMP Dinas Pendidikan Sumenep, Moh. Fajar Hidayat, menyatakan bahwa sekolah diperbolehkan mengadakan perpisahan, selama tidak memaksakan biaya kepada siswa dan orang tua.
“Sesuai arahan dari pusat, perpisahan boleh dilakukan, asalkan tidak memberatkan dan atas dasar sukarela. Kegiatan seperti study tour juga tidak boleh dipaksakan,” ujar Fajar saat dikonfirmasi lewat sambungan telepon.
Mengenai pungutan untuk ijazah, Fajar menegaskan bahwa hal tersebut tidak dibenarkan jika dilakukan secara sepihak.
“Kalau orang tua menyerahkan urusan ke sekolah, seperti legalisir atau biaya foto, itu lain. Tapi kalau ada setoran uang yang diwajibkan tanpa kesepakatan, itu jelas pungli,” tegasnya.
Pihak Dinas Pendidikan Sumenep mengaku akan menindaklanjuti laporan tersebut jika ada pengaduan resmi dari masyarakat. Ia pun kembali menekankan agar sekolah menjalankan praktik pengelolaan dana secara transparan dan tidak menimbulkan keresahan di kalangan orang tua.***
Penulis : Amin Bashiri
Editor : Zaza
Sumber Berita: Linkking.id