SUMENEP, Linkking.id – Sekelompok petani di Kecamatan Ganding sudah sibuk menyingsingkan lengan baju. Mereka menyiapkan diri menjadi petani yang lebih cakap berbekal program Sekolah Lapang (SL) garapan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Sumenep.
Program ini dirancang sebagai ruang kelas terbuka bagi petani—tempat mereka belajar langsung di lahan tentang segala hal, mulai dari pengolahan tanah hingga strategi pascapanen. Harapannya sederhana namun krusial: meningkatkan kapasitas produksi sekaligus memperkuat kedaulatan pangan di tingkat daerah dan nasional.
Kepala DKPP Sumenep Chainur Rasyid menugaskan Bidang Penyuluhan untuk memimpin implementasi SL secara bertahap. Tahap pertama diawali dengan sosialisasi mendatangi kelompok-kelompok tani di berbagai kecamatan.
“Pada fase awal, kami melakukan pendekatan secara langsung lewat sosialisasi. Kami mendatangi para petani untuk mendengar kebutuhan mereka, sekaligus menjelaskan bahwa program Sekolah Lapang ini bukan sekadar formalitas, tapi sebagai jawaban atas persoalan riil di lapangan,” jelas Rusnani pada Jumat (11/7).
Setelah pintu komunikasi terbuka, proses berlanjut ke rembuk tani—forum diskusi yang mengumpulkan petani, penyuluh, hingga narasumber teknis dari DKPP dan instansi lain.
“Diskusi ini sangat penting karena menjadi ruang berbagi pengalaman. Petani senior bisa memberikan masukan, sementara petani pemula dapat memperoleh ilmu praktis. Bahkan, dari sini sering kali lahir gagasan-gagasan lokal yang kreatif dan bermanfaat,” tambahnya.
Puncaknya, para peserta turun langsung ke lahan percobaan. Mereka mempraktikkan pemilihan varietas unggul, penggunaan pupuk organik, pengendalian hama terpadu, hingga teknik panen yang meminimalkan kehilangan hasil. Materi disusun menyesuaikan agroklimat Sumenep yang cenderung kering agar mudah diterapkan di desa-desa.
Program SL bukan pelatihan sepihak. DKPP menekankan prinsip multiplikasi pengetahuan agar lulusan SL menjadi agent of change di komunitas masing-masing.
“Prinsip kami adalah efek berantai. Saat satu petani paham dan menerapkan teknik baru, dia bisa menjadi agen perubahan di desanya. Maka dampaknya akan jauh lebih besar dan luas,” jelas Rusnani.
Pendekatan tersebut dinilai strategis di tengah tantangan pertanian modern, mulai dari anomali cuaca, kenaikan harga input, hingga volatilitas pasar. SL mengajak petani mengadaptasi teknologi sederhana namun tepat guna, seperti penggunaan benih tahan kering dan smart irrigation skala mikro.
“Melalui Sekolah Lapang, petani diajak untuk tak hanya bergantung pada cara lama, tapi juga terbuka terhadap teknologi dan pendekatan modern yang lebih efisien dan berkelanjutan,” tegasnya.
Sumenep, kabupaten dengan lebih dari 300 ribu hektare lahan pertanian menjadi laboratorium hidup bagi upaya memperkokoh fondasi pangan nasional. Ketika petani lokal mampu meningkatkan produktivitas padi, jagung, dan hortikultura, ketergantungan impor dapat ditekan, dan pendapatan petani pun terdongkrak.
“Fokus kami adalah memperkuat petani sebagai fondasi. Kalau petaninya kuat, ketahanan pangan daerah pun terjaga, dan ini akan menjadi sumbangsih besar untuk ketahanan pangan nasional,” pungkasnya.
Dengan pola belajar partisipatif dan hands-on, Sekolah Lapang DKPP Sumenep diharapkan melahirkan generasi petani tangguh yang adaptif terhadap perubahan zaman. Jika harapan itu terwujud, bukan mustahil lumbung pangan calon “Madura Agro Tech” akan berawal dari sawah-sawah sederhana di ujung Pulau Garam ini.***
Penulis : Amin Bashiri
Editor : Zaza
Sumber Berita: Linkking.id