SUMENEP, Linkking – Kasus dugaan penipuan dengan modus mengaku sebagai petugas PLN kembali mencuat dan meresahkan masyarakat. Kali ini, yang menjadi korban adalah Jailani, warga Desa Lapataman, Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Kerugian yang diderita Jailani tak tanggung-tanggung—mencapai Rp14 juta. Lebih miris lagi, ia kini juga menghadapi denda sebesar Rp21 juta dari pihak PLN karena dianggap melakukan sambungan listrik ilegal. Kasus ini pun menjadi sorotan karena kembali menodai citra lembaga negara yang seharusnya melindungi masyarakat.
Peristiwa bermula pada Maret 2025, ketika salah satu dari tiga meteran listrik (KWH) di rumah Jailani mengalami kerusakan. Menurut pengakuannya, alat itu kemudian dicabut oleh seseorang yang mengklaim sebagai petugas dari PLN. Namun, setelah lebih dari sebulan berlalu, pengganti meteran tidak juga dipasang.
Di tengah kebingungan itu, muncullah sosok pria bernama Dani yang memperkenalkan diri sebagai pegawai PLN dan menawarkan solusi: mengganti KWH dengan sistem pascabayar. Jailani, yang berharap masalahnya cepat terselesaikan, menyetujui tawaran tersebut dan membayar total Rp14 juta untuk pemasangan dua KWH baru.
Sayangnya, bukannya mendapat pelayanan seperti dijanjikan, Jailani justru menerima surat resmi dari PLN yang menyatakan dirinya melakukan pelanggaran berupa sambungan ilegal. Ia pun diminta membayar denda sebesar Rp21 juta.
Menanggapi kejadian ini, Kepala Unit Layanan Pelanggan (ULP) PLN Sumenep, Pangky Yonkynata Ardiyansyah, mengaku pihaknya masih menelusuri kebenaran identitas Dani.
“Kalau memang ada yang mengaku dari PLN, kami harus telusuri terlebih dahulu. Saya belum bisa pastikan siapa Dani ini, apakah benar pernah bekerja di PLN Sumenep atau tidak ada keterkaitan sama sekali,” ujarnya saat dihubungi pada Jumat (18/4/2025) siang.
Pangky juga menekankan bahwa semua petugas resmi PLN harus dibekali dengan atribut lengkap, seperti seragam, kartu identitas, dan surat tugas. Jika ada seseorang yang mengklaim sebagai petugas PLN tanpa kelengkapan tersebut, masyarakat diminta untuk waspada.
“Semua pelayanan harus dilakukan sesuai prosedur resmi. Jangan percaya pada oknum yang menawarkan jalan pintas di luar sistem,” tegas Pangky.
Ia pun mengimbau Jailani untuk datang langsung ke kantor PLN guna menyelesaikan persoalan ini secara sah dan profesional.
Kasus yang menimpa Jailani menjadi gambaran betapa lemahnya edukasi publik soal prosedur layanan PLN dan minimnya pengawasan terhadap oknum yang mencatut nama instansi. Di era digital seperti sekarang, celah penipuan semacam ini seharusnya bisa diminimalkan jika PLN secara aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat, baik secara online maupun langsung ke desa-desa.
Beberapa warga di media sosial menyayangkan lambatnya reaksi PLN dalam menangani kasus serupa.
“Setiap tahun ada saja korban penipuan seperti ini. Kapan PLN mulai bersih-bersih dari oknum yang merusak kepercayaan publik?” tulis akun @suaramadura di salah satu unggahan.
Sampai artikel ini ditulis, belum ada kejelasan mengenai siapa sebenarnya Dani. Jailani masih terus menuntut keadilan dan meminta PLN untuk bertanggung jawab, minimal dengan membantu menyelesaikan persoalan hukum dan kerugian yang ia derita.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa integritas lembaga publik tidak hanya ditentukan oleh sistem, tetapi juga oleh tindakan nyata dalam melindungi masyarakat dari penipuan, termasuk yang dilakukan oleh oknum yang mencatut nama besar instansi negara. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin kepercayaan publik terhadap lembaga seperti PLN akan terus terkikis.***
Penulis : Amin Bashiri
Editor : Zaza
Sumber Berita: Linkkinh.id